Rumah tangga perokok mengalokasikan 11% anggarannya belanjanya untuk rokok dan produk tembakau lain. Sejatinya belanja tersebut dapat dipandang sebagai belanja yang mubazir karena: (1) belanja rokok tidak berpengaruh pada pemenuhan kalori, (2) belanja rokok mengalihkan anggaran yang semestinya dapat dibelanjakan untuk kebutuhan pokok, (3) belanja rokok berisiko meningkatkan biaya kesehatan dan menurunkan produktivitas. Bila belanja rokok dan biaya kesehatan untuk penyakit akibat rokok dipandang sebagai sumber daya yang hilang dan tidak diperhitungkan dalam total pengeluaran, maka terdapat kemungkinan rumah tangga perokok jatuh ke bawah garis kemiskinan. Penelitian ini menemukan bahwa jumlah penduduk miskin bertambah 8,8 juta jiwa bila distorsi belanja rokok dihilangkan dari perhitungan pengeluaran rumah tangga.
Author
Arya Swarnata, Fariza Zahra Kamilah, Gea Melinda, Vid Adrison
Sumber :