Masyarakat Sipil Dorong Pemerintah segera Mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan

Jakarta, 31 Juli 2024 – Komnas Pengendalian Tembakau, Tobacco Control Support Center – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI), dan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), hari ini di Jakarta mengadakan konferensi pers untuk menyampaikan sikap atas Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 2024 tentang Kesehatan yang baru saja disahkan, khususnya tentang Pengamanan Zat Adiktif.

Peraturan pelaksana Undang-undang (UU) tentang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 baru saja disahkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2024 tentang Kesehatan. Di dalamnya terdapat bagian Pengamanan Zat Adiktif yang mengatur peredaran, pemasaran, dan konsumsi produk zat adiktif tembakau dan rokok elektronik (pasal 429 – 463), yang menjadi perhatian masyarakat sipil.Pengaturan di dalam bagian Pengamanan Zat Adiktif ini, diharapkan mampu memberikan perlindungan yang kuat kepada masyarakat terhadap produk zat adiktif yang terus meningkat konsumsinya di Indonesia, terutama pada anak-anak dan remaja.

Sebagaimana kita ketahui, Indonesia menjadi salah satu negara dengan prevalensi merokok tertinggi di dunia. Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menyebutkan 34,5% dari seluruh penduduk Indonesia adalah perokok, dengan penambahan jumlah perokok dewasa 8,8 juta orang dalam sepuluh tahun terakhir dan peningkatan konsumsi rokok elektronik 10 kali dalam satu dekade, serta prevalensi perokok laki-laki yang masih menempati posisi tertinggi di dunia. Di sisi lain, perokok usia pelajar 10- 18 tahun sebesar 7,4% (Survei Kesehatan Indonesia, 2023) yang terancam perkembangan otaknya akibat adiksi nikotin. Sementara itu, penyakit tidak menular mematikan seperti stroke, penyakit jantung, dan kanker paru dengan faktor risiko utama merokok terus meningkat, dan menempati posisi-posisi teratas klaim jaminan kesehatan BPJS. Ditambah dampak lain, seperti sulitnya pengentasan kemiskinan dan penurunan prevalensi stunting yang salah satunya juga dipicu oleh
konsumsi rokok.

Untuk itulah, dibutuhkan pengaturan Pengamanan Zat Adiktif yang kuat di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Kesehatan yang baru saja disahkan. Dari penyisiran yang telah dilakukan terhadap isi PP Kesehatan, tertera pengaturan Pengamanan Zat Adiktif pada pasal 429 – 463, dengan poin-poin yang secara garis besar berisi peraturan tentang rokok elektronik, larangan zat tambahan, peraturan pengemasan, peraturan peredaran/penjualan, desain dan informasi pada kemasan, peringatan kesehatan untuk rokok elektronik dan produk tembakau, Kawasan Tanpa Rokok, serta pengaturan iklan, promosi, dan sponsor.

Dalam pernyataannya pada temu media hari ini, Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Prof Hasbullah Thabrany, menyampaikan, “Meski regulasi ini belum ideal, kami mengapresiasi Presiden Jokowi yang telah menandatangani PP Kesehatan ini.” Menurutnya, disadari sulitnya pengaturan pengendalian produk zat adiktif tembakau yang lebih ketat dan sempurna di PP ini mengingat intervensi dan tekanan yang luar biasa oleh industri rokok dan pendukungnya. “Namun dengan segala keterbatasan di PP ini, kami mendorong Pak Presiden Jokowi maupun Presiden Terpilih Pak Prabowo dan jajarannya agar PP Nomor 28 Tahun 2024 segera dilaksanakan. Kami siap membantu proses sosialisasi untuk memastikan masyarakat memahami haknya atas perlindungan kesehatan,” tambahnya.

Ketua Tobacco Control Support Center – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI), dr. Sumarjati Arjoso, SKM, mengatakan bahwa PP ini juga mengamanatkan penerapan aturan yang mengikat pada kementerian-kementerian teknis terkait. “Sehingga beban masalah konsumsi rokok yang tinggi di negara ini bukan hanya tugas Kementerian Kesehatan, mengingat dampaknya yang juga multi-sektor.” Sumarjati juga menambahkan, “Peran Pemerintah Daerah yang juga akan sangat besar dalam penerapan aturan ini dan menjadi bagian yang sangat penting, sehingga diharapkan pemerintah daerah turut pro-aktif dalam implementasi di daerahnya masing-masing.”

“Bagaimanapun, sangat disayangkan masih banyak celah pada bagian Pengamanan Zat Adiktif di PP ini yang akan melemahkan upaya pengendalian tembakau ke depan,” ujar Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), Ir. Aryana Satrya, M.M, Ph.D. Menurutnya, aturan-aturan seperti jumlah 20 batang per kemasan yang hanya berlaku untuk rokok putih sedangkan perokok Indonesia merokok rokok kretek, serta larangan iklan yang hanya berlaku di media sosial sedangkan media digital selain media sosial begitu masif iklan rokoknya, tentu akan menjadi celah kelemahan PP ini yang tujuannya memberikan perlindungan masyarakat dari bahaya rokok dan rokok elektronik.

Di kesempatan yang sama, Hasbullah juga menanggapi berbagai tanggapan di media dari para pendukung industri hasil tembakau, yang membenturkan isu kesehatan dengan isu ekonomi. Menurutnya, kepentingan ekonomi justru sangat bergantung pada kualitas kesehatan SDM kita. “Dengan adanya PP Kesehatan yang mengatur dengan lebih baik untuk pengamanan zat adiktif, maka diharapkan angka kesakitan dan kematian akan turun, kualitas kesehatan membaik, BPJS tidak defisit dan prevalensi stunting serta TB turun, maka SDM sehat dan tidak menggunakan uangnya untuk membeli produk yang unproductive bahkan berbahaya, akan ikut membangun negeri dan akhirnya kita benar-benar mampu mewujudkan Generasi Emas Indonesia.”


This will close in 600 seconds

Konsultasi Klinik Hukum
Tutup
Scroll to Top