Jakarta, 18 Maret 2025 – Setelah dilakukannya audiensi dengan Deputi II, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Bapak Dr. Raden Isnanta, M.Pd., beserta jajaran pada minggu awal Bulan Maret 2025 lalu, hari ini, IYCTC bersama dengan anggota koalisi komunitas orang muda serentak mengirimkan surat dukungan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, untuk mengawal disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Dana Perwalian Keolahragaan. Regulasi ini merupakan tindak lanjut dari UU Keolahragaan dan harus dipastikan tidak membuka celah pada campur tangan industri rokok.
Ketua Umum IYCTC, Manik Marganamahendra, menegaskan bahwa pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, termasuk campur tangan industri rokok. “Indonesia ingin mencapai Indonesia Emas 2045, tapi realitanya prevalensi stunting masih tinggi. Belum lagi, jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang begitu besar ternyata tidak berbanding dengan jumlah atlet yang bertanding di laga-laga prestige dunia seperti olimpiade. Jika kebijakan olahraga tidak didesain dengan komprehensif dan bebas dari campur tangan industri rokok, sulit rasanya mencetak SDM yang sehat dan produktif,” tutur Manik.
Mengacu pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Manik menunjukkan bahwa 34,7% pemuda usia 16-30 tahun, tidak aktif berolahraga. Di sisi lain, pemuda kelompok usia 15-19 tahun malah menjadi kelompok perokok terbanyak, dengan prevalensi mencapai 56,5% (SKI, 2023). Minimnya aktivitas fisik yang diperparah dengan kebiasaan merokok, akan menurunkan potensi Indonesia dalam mencetak atlet unggul di level dunia.
“Kami ingin agar Kemenpora tidak melibatkan industri rokok maupun industri lain yang membawa dampak negatif bagi kesehatan untuk kegiatan pemberdayaan pemuda maupun keolahragaan apalagi menerima dana mereka. Peraturannya sudah jelas tertuang dalam Pasal 454-455 Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2024 turunan dari UU Kesehatan,” tambah Manik.
IYCTC bersama dengan koalisi komunitas orang muda juga mengingatkan bahwa organisasi olahraga dunia, seperti FIFA, FIA, IOC, serta organisasi kesehatan global, seperti WHO dan CDC telah bergabung dengan WHO dalam kampanye Olahraga Tanpa Rokok. Standar internasional ini menegaskan bahwa olahraga harus bebas dari campur tangan industri rokok.
Ni Made Shellasih, Program Manager IYCTC, menyoroti insiden promosi rokok di venue PON yang pernah terjadi di Aceh pada tahun 2024. “Hal ini tidak boleh terulang. Kemenpora dapat bersurat kepada koalisi atau federasi keolahragaan lainnya di Indonesia agar taat hukum dan tidak menyebarkan pengaruh buruk rokok baik kepada atlet maupun generasi muda Indonesia. Jika kasus serupa terjadi, sanksi tegas harus diberikan kepada penyelenggara dan pihak yang memberi izin,” tegas Shella.
Chairperson ASEAN Youth Organization, Sarah Rauzana, juga ikut menyampaikan bahwa pembatasan kepada industri rokok acara–acara keolahragaan itu sangat vital. “Sudah lebih dari 10 tahun industri tembakau menggunakan iklan, promosi dan sponsorship rokok pada acara yang didominasi oleh audiens orang muda sebagai alat pemasaran produk mereka di negara-negara ASEAN, tidak terkecuali Indonesia, yang seringkali diklaim sebagai bentuk “Corporate Social Responsibility”. Kalau suatu event orang muda ada campur tangan industri ini, otomatis mereka akan dapat keterpaparan terhadap brand rokok itu sendiri, apalagi harga rokok saat ini masih terjangkau. Jika tidak dibatasi, ini jelas memengaruhi rasa ingin tahu dan keinginan merokok pada anak dan orang muda yang nantinya akan berdampak pada peningkatan prevalensi perokok di Indonesia,” katanya.
Terlepas dari itu, IYCTC dan koalisi komunitas orang muda mengapresiasi tim Deputi II, Kemenpora, yang menyambut hangat rekomendasi dan masukan IYCTC secara terbuka dan siap berkomitmen mendukung Olahraga Tanpa Rokok. Mereka juga mendukung Kemenpora agar segera memiliki peraturan turunan dari UU Keolahragaan, namun dengan syarat bahwa regulasi ini berpihak pada masa depan kesehatan generasi muda dan atlet Indonesia.