
Jakarta, 11 Februari 2025 – Center of Human Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) bersama Muhammadiyah Tobacco Control Network (MTCN) meluncurkan buku berjudul Drakula Ekonomi: Telaah Antropologis dan Sosial Ekonomi Industri Tembakau. Buku ini membahas berbagai aspek dari industri tembakau di Indonesia, termasuk asal-muasal kebiasaan merokok yang sering dilabeli sebagai budaya di Indonesia.
Penulis buku, Mukhaer Pakkanna, yang juga merupakan peneliti senior di CHED ITB-AD, dalam acara peluncuran buku yang digelar di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, pada Jumat (9/2), menjelaskan bahwa merokok sebenarnya bukan bagian dari budaya asli Indonesia. “Asia Tenggara pertama kali mengenal budaya rokok dan tembakau melalui Filipina, yang diperkenalkan oleh Spanyol. Indonesia kemudian mengenal rokok melalui Belanda, jadi merokok sebenarnya adalah kultur Eropa, bukan budaya Indonesia,” ungkap Mukhaer.
Buku yang terdiri atas enam bab ini tidak hanya membahas industri tembakau, tetapi juga mengkritisi pandangan yang keliru mengenai tembakau sebagai kearifan lokal. Mukhaer menjelaskan bahwa tembakau adalah komoditas yang diperkenalkan oleh Belanda melalui VOC untuk ditanam di Indonesia.
Mukhaer juga menyoroti kondisi para petani tembakau yang hingga kini masih menghadapi kesulitan ekonomi, meskipun bisnis tembakau menghasilkan laba yang besar dan dikuasai oleh konglomerat terkaya di Indonesia. “Saya pernah menghitung, pendapatan petani tembakau paling tinggi hanya Rp500.000, padahal mereka terlibat langsung dalam produksi, sementara industri tembakau meraup keuntungan yang sangat tinggi,” jelas Mukhaer. “Hanya di Indonesia, orang terkaya berasal dari bisnis tembakau, sementara di banyak negara lain, orang terkaya berasal dari ilmu pengetahuan dan teknologi,” tambahnya.
Buku ini juga membahas pengaruh iklan tembakau terhadap generasi muda yang sering dieksploitasi dengan citra petualangan, yang menciptakan kesan bahwa merokok adalah jalan untuk mencari jati diri. Mukhaer mengingatkan bahwa meskipun cukai tembakau memberikan kontribusi pada pendapatan negara, pengeluaran yang dikeluarkan untuk mengatasi dampak negatif merokok jauh lebih besar.
“Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan mendorong upaya pengendalian tembakau di Indonesia,” kata Mukhaer.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Amich Alhumami, mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh semua pihak dalam penulisan buku ini. Menurutnya, penurunan angka prevalensi merokok merupakan tantangan besar yang harus dihadapi bersama. Isu ini juga menjadi perhatian pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) maupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). “Rokok tetap menjadi bagian dari kebijakan publik, dengan tujuan untuk menurunkan konsumsi rokok melalui berbagai instrumen kendali, seperti kebijakan cukai,” ungkap Amich.
Acara peluncuran buku ini diharapkan dapat membuka wawasan dan mendorong diskusi lebih lanjut mengenai dampak sosial dan ekonomi dari industri tembakau di Indonesia.